Lebih lanjut, ia merinci tiga modus utama yang digunakan tersangka.
Pertama, top up kredit dengan mencuri dan menggunakan data nasabah untuk menaikkan pinjaman tanpa sepengetahuan pemilik data.
Kedua, kredit bagi dua, di mana nasabah diminta menaikkan plafon pinjaman lalu dana hasil pencairan dibagi bersama oknum bank.
Ketiga, kredit fiktif, yaitu penggunaan identitas kreditur untuk pencairan pinjaman tanpa izin, sementara uangnya dipakai untuk kepentingan pribadi.
“Seharusnya proses pemberian kredit harus sesuai aturan dan melalui rapat tim komite dengan dokumen lengkap. Namun, para tersangka justru menyalahgunakan kewenangan,” tegas Syahir.
Jerat Hukum Berat
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.