Hal ini dipicu oleh tingginya permintaan dari masyarakat, baik melalui platform marketplace maupun pasar fisik.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, mengungkapkan bahwa aktivitas thrifting masih sulit diberantas sepenuhnya.
“Permintaan masyarakat masih tinggi. Ini yang menyebabkan pakaian bekas impor tetap banyak beredar di platform maupun pasar tradisional,” ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Kemendag, nilai impor kategori tekstil jadi, pakaian bekas, dan gombal pada periode Januari–Juli 2025 mencapai 78,19 juta dolar AS.








