“AI hanya memantulkan apa yang kita inginkan. Ketika seseorang dalam kondisi mental tidak stabil, respons AI bisa dianggap sebagai kebenaran mutlak, dan di situ letak bahayanya,” kata Nena.
Ia juga menyoroti gejala ketergantungan emosional terhadap AI, di mana individu mulai menutup diri dari lingkungan sosial dan lebih banyak berinteraksi dengan perangkat digital.
Menurut Nena, tanda-tanda tersebut bisa terlihat dari perilaku seperti sering mengecek ponsel, menanyakan hal-hal pribadi kepada AI, hingga enggan menjalin komunikasi dengan manusia.
“Biasanya mereka jadi antisosial, lebih nyaman bercerita pada mesin daripada manusia. Itu tanda bahaya,” tambahnya.








